Jumat, 12 Maret 2010

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM NOVEL “PUDARNYA PESONA CLEOPATRA” KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM NOVEL


  1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Fungsi bahasa sangatlah luas, dalam kehidupan sehari-hari bahasa berfungsi sebagai lambang bunyi yang dipergunakan oleh sesuatu masyarakat untuk berinteraksi. Karya sastra adalah hasil karya manusia baik lisan maupun tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetika yang dominan. Bahasa dan sastra memiliki hubungan erat. Melalui karya sastra pengarang berusaha menuangkan segala imajinasi yang ada melalui kata-kata. Sastra tidak lepas dari bahasa.

Novel merupakan salah satu untuk mengungkapkan sesuatu cara bebas, melibatkan permasalahan secara bebas, melibatkan permasalahan secara kompleks sehimgga menjadi sebuah dunia yang “ jadi “ penuh. Sebuah novel jelas tidak akan selesai dibaca dalam sekali duduk, karena panjangnya sebuah novel memiliki peluang yang cukup untuk mempermasalahkan karakter tokoh dala perjalanan waktu.

Sastra lahir karena doronga keinginan dasar manusia untuk mengungkapkan diri, apa yang telah dijalani dalam kehidupan dengan pengungkapan lewat bahasa. Unsure-unsur pembangun karya sastra dapat dikelompokan menjadi dua unsure yaitu unsure intrinsic dan unsure ekstrisik. Unsure intrinsic adalah unsure-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Unsure intrinsic meliputi tema, alur, penokohan, seting, sudut pandang dan gaya bahasa. Unsure ekstrinsik adalah unsure-unsur pembangun karya sastra dari luar karya sastra yang meliputi psikologi, biografi , social, historis, ekonomi, ilmu,serta agama.

Pengarang mempunyai kebebasan dalam mengunakan bahasa sehingga akan menghasilkan karya sastra yang menarik dan indah untuk dinikmati. Penyiasatan penggunaan bahasa di dalam karya sastra disebut gaya bahasa. Adanya bahasa kiasan ini akan menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian , menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan (Pradopo, 1987 : 62).

Salah satu untuk mendapatkan efek estetik dalam penggunaan gaya bahasa yaitu denga cara unsure retorika. Retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik (Keraf, 2006 : 1). Pengunaan retorika berkaitan dengan semua penggunaan unsure bahasa kiasan dan pemanfaatan bentuk citraan.

Unsure stilistika terdiri dari unsure leksikal, unsure gramatikal dan unsure retorika. Unsure leksikal meliputi kata benda,kata kerja, kata sifat, kata bilangan. Bertujuan untuk mengetahui ketepatan pilihan kata yang dipilih oleh pengarang untuk tujuan estetik dan untuk mengungkapkan gagasan. Unsure gramatikal meliputi pembalikan kata, pemendekan dan pengulangan kata. Bertujuan untuk mengetahui hubungan kosa kata yang dipergunakan dalam penyusunan kalimat sehinnga jelas maksudnya. Unsure retorika yaitu suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis. Unsure retorika meliputi pemajasan, penyiasaan struktur, pencitraan dan kohesi.

Dalam hubungannya dengan stilistika, penulis mengambil novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy sebagai bahan analisis karena novel karya Habiburrahman El Shirazy yang berjudul “Pudarnya Pesona Cleopatra“ ini merupakan novel yang benar-benar mengajak kita untuk menyelami akan rindu dendam dan ungkapan pesona cinta suci karena illahi yang benar-benar mampu memberikan kebahagiaan nyata. Cerita yang dikemas sedemikian rupa, penuh hikmah bahkan membuat hati merindukan akan ungkapan cinta tulus-Nya.Tujuan analisis ini untuk mengetahui kreatifitas yang digunakan pengarang. Penulis di dalam analisis ini lebih menitikberatkan pada unsure retorika novel novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy.

1.2 Identifikasi Masalah

Pengkajian dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy ini terdapat pokok-pokok permasalahan antara lain:

  1. Gaya bahasa yang ada dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy.
  2. Makna gaya bahasa yang digunakan dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy.
  3. Fungsi gaya bahasa yang digunakan dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy?

1.3 Pembatasan Masalah

  1. Gaya bahasa yang ada dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy.
  2. makna gaya bahasa yang digunakan dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy.

1.4 Rumusan Masalah

1. Apa saja gaya bahasa yang ada dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy?

2. Apakah makna gaya bahasa yang digunakan dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy?

1.5 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan gaya bahasa yang ada dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy.

2. Mendeskripsikan makna gaya bahasa yang digunakan dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy.

2. landasan Teori

Stilistika adalah ilmu yang mempelajari tentang gaya bahasa. Dalam kamus linguistik, stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunaka dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan (Kridalaksana, 2001: 202).

Gaya bahasa menurut Slamet muljono (dalam Pradopo, 2001: 93) adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul dan hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapat efek tertentu. Dalam karya sastra efek ini adalah efek estetik yang akan membuat karya sastra akan memiliki nilai seni. Nilai karya sastra bukan semata-mata disebabkan oleh gaya bahasa, bias juga karena gaya cerita atau penyusunan alurnya. Namun demikian gaya bahasa gaya bahasa sangat besar sumbangannya kepada pencapaian nilai seni karya sastra.

Suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetisadalah unsur retorika. Macam-macam unsur retorika meliputi pemajasan, penyiasan, struktur, pencintaan dan kohesi. Namun dalam makalah ini penulis hanya menganalisis pemajasan saja. Jenis bahasa kiasan dalam bahasa Indonesia ada bermacam-macam menurut keraf (2006: 115-145). Namun hanya beberapa jenis majas yang sering dipergunakan pengarang dalam karya sastra. Diantaranya majas :

1. Simile adalah majas perbandingan yang langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain kata perbandingan seperti, bagaikan, laksana dan lain-lain (Keraf : 138).

2. Metafora adalah majas perbandingan langsung yang tidak mempergunakan kata pembanding (Keraf, 2006 : 138).

3. Personifikasi adalah majas yang menggambarkan atau memperlakukan benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat seperti manusia (Keraf, 2006 : 140)

4. Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat, baik hubungan isi untuk menyatakan kulitnya dan lain-lain (Keraf, 2006 : 142)

5. Paradok adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada (Keraf, 2006 : 136)

6. Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf, 2006 : 135)

7. Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri (Keraf, 2006 : 132)

8. Sinekdok adalah gaya bahasa yang mempergunakan sebagian dari sesuatu untuk menyatakan keseluruhan (pars pro totot) keseluruhan untuk sebagian atau biasa diistilahkan totem proparte (Keraf, 2006 : 143)

3. SINOPSIS

Aku dan Raihana harus disatukan oleh sebuah perjodohan yang mungkin akan terdengar konyol di era abad 21 ini. Berbeda dengan Raihana yang benar-benar merupakan cermin wanita Jawa. Selalu Manut dan pasrah pada keadaan dengan penuh kesabaran. Si Aku justru berbanding terbalik dalam menyikapi takdir tersebut. Aku yang sempat mengeyam pendidikan dan hidup di Mesir. Menjadikannya terlalu mendasarkan parameter kecantikan kepada figur-figur gadis Mesir selayaknya Cleopatra. Meskipun begitu, kecintaannya dan bakti pada sang ibulah yang mengalahkan dengan berbau keterpaksaan, hingga akhirnya keduanya menikah.

Setelah resmi menikah dan keduanya membangun hidup baru dengan tinggal di Malang, sebagai konsekuensi pekerjaan aku yang seorang dosen. Aku semakin terbenam dalam khayalan tentang aura kecantikan gadis-gadis mesir yang terus saja menggelayut dalam benaknya. Mengakibatkan segala perilaku dan komunikasi dengan sang istri menjadi hambar. Raihana, dilandasi ketakwaan terhadap Allah dengan penuh sabar berusaha terus membuktikan kecintaan dan kepatuhan sebagai seorang istri. Seperti yang digariskan dalam ajaran agama. Walaupun semua itu tak mampu sedikitpun mengetuk rasa cinta sang suami berpaling kepadanya. Satu hal yang dihindari oleh Raihana adalah, jangan sampai sang suami menceraikannya. Karena dia tahu hal itu adalah neraka baginya, menghalangi dia mendapatkan cinta hakiki dari Allah.

Sementara itu, Aku semakin lama semakin tenggelam dalam dunia fantasinya sendiri, bahkan timbul kebencian pada sang istri yang dia anggap telah “mematikan” harapan merengkuh indahnya cinta yang dia dambakan dengan wanita Mesir yang sering hadir dalam mimpi-mimpinya. Setelah sekian lama, dengan segala derita berbeda yang mendera keduanya. Di satu sisi Raihana tidak pernah mendapatkan cinta dari suami, di sisi lain aku tak mampu memalingkan cintanya pada sang istri, bahkan dengan kehamilan istrinya sekalipun. Raihana memutuskan untuk tinggal dengan kedua orang tuanya sendiri sambil menunggu saat kelahiran anak mereka. Saat-saat tanpa istri disampinglah yang pelan-pelan mulai menyadarkan aku betapa penting kehadiran Raihana dalam hidupnya. Ditambah kemudian cerita, petuah, dan curahan hati beberapa teman dosen yang didapat aku di kampus.

Aku mendapat tugas untuk pelatihan selama sepuluh hari di Puncak. Kebetulan dalam pelatihan di Puncak Ku bertemu dengan Pak Qulyubi yang mencurahkan pengalaman hidupnya yang pahit dengan pernah menikahi gadis Mesir. Hal ini menghadirkan pemahaman baru dalam diri aku, bahwa gadis-gadis Mesir tidaklah sesempurna yang dia bayangkan. Bahkan di beberapa sisi, wanita Jawa jauh lebih baik untuk menjadi pendamping hidup. Aku akhirnya sadar, betapa beruntungnya dia memiliki seorang Raihana. Istri yang Allah karuniakan meski dengan jalan yang dulunya dia anggap sebagai produk keterbelakangan budaya. Dari situlah aku sadar, taringat dan ingin segera bertemu dengan Raihana.

Sepulang pelatihan aku berniat member hadiah sebagai ungkapan maaf dan ingin melihat raihana bahagia. Aku tak langsung ke rumah ibu mertua tapi kembali ke rumah kontrakan sesuai pesan raihana untuk mencairkan uang tabungan. Setelah dibuka kasur untuk mengambil ATM. Aku kaget karena di dapati puluhan surat curahan hari Raihana selama menjadi istri aku. Aku begitu merasa berdosa kepada Raihana. Aku benar-benar bias mencintai Raihana dan memudarkan pesona kecantikan Cleopatra. Aku langsung menuju tampat ibu mertuanya, namun yang ddi dapatinya bukan Raihan malah tangis haru ibu mertuanya. Sebelum sempat aku membagi cintanya dengan Raihana ternyata Raihana telah meninggal. Aku yang sangat mencintai Raihana sangat menyesal atas apa yang telah diperbuatnya pada Raihana yang belum sempat bisa merasakan cintanya hingga Raihana meninggal.

4. Pembahasan

Pemajasan merupakan suatu teknik penungkapan bahasa yang maknanya tidak menunjuk pada makna harafiah, tetapi menuju pada makna tersirat. Tujuan digunakan majas atau bahasa kiasan dalam satu karya sastra dimaksudkan untuk memng-masingperoleh efek keindahan, kepuitisan dan tujuan-tujuan lainnya sesuai dengan pengertian masing-masing majas tersebut. Adapun majas atau gaya bahasa yang digunakan oleh Habiburrahman El Shirazy dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ antara lain:

4.1 Metafora

Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung (Keraf : 139). Berikut contohnya:

Sehingga diriku tak ubahnya patung batu (hlm. 8).

Maksudnya adalah aku yang hanya diam tak bisa berbuat apa-apa seperti patung batu.

Jelaskan padaku apa yang harus aku lakukan untuk membuat rumah ini penuh bunga-bunga indah yang bermekaran? (hlm. 10).

Maksudnya si aku ingin membuat rumahnya wangi dan berwarna dan membuat bahagia seperti dipenuhi bunga-bunga indah yang bermekaran.

Mona Zaki, aktris belia yang sedang naik daun itu? (hlm 13).

Kata terkenal dibandingkan menjadi naik daun

Dulu dia adalah bintang di kampus ini (hlm. 26).

Karena begitu pandai dan terkenal di kampus maka di sebut dengan bintang di kampus.

Menurut cerita Pak Soerdarmaji, Zaenab memang tidak secantik bintang film tapi untuk ukuran di desanya bisa dikatakan kembang desa (hlm. 26).

Sebagai gadis paling cantik di desanya dibandingkan dengan kata kembang desa.

4.2 Simile

Simile merupakan perbandingan yang bersifat eksplisit, maksudnya ialah bahwa ia lansung mengatakan sesuatu sama dengan hal lain (Keraf: 138). Dalam hal ini bahasa yang membandingkan mengunakan kata-kata perbandingan, terlihat dalam ketipan berikut:

a. menggunakan kata “seumpama”:

hari pernikahan itu datang. Aku datang seumpama tawanan yang digiring ke tiang gantungan (hlm. 4).

Dalam kalimat di atas, kata “seumpama” menjelaskan makna bahwa kedatangan si aku yang diumpamakan seperti seorang tawanan yang digiring ke tiang gantungan yang berarti karena terpaksa si aku melakukan itu.

b. Menggunakan kata “seperti”:

Dalam balutan jilbab sutera putih wajah gadis Mesir itu bersinar-sinar, seperti permata Zabarjad yang bersih, indah berkilauan tertimpa sinar purnama (hlm. 3).

Dalam hal ini diartikan wajah gadis Mesir yang berbalut jilbab dibandingkan secantik permata Zabarjad yang bersih, indah berkilauan tertimpa sinar.

Meskipun Cuma mimpi itu sangat indah dan seperti dalam alam nyata (hlm. 15).

Maksudnya adalah mimpinya terasa seperti kenyataan, munkin karena saking indahnya mimpi si aku itu.

Kelembutannya seperti Dewi Sembodro tak juga membuatku jatuh cinta (hlm. 16).

Dewi Sembodro adalah tokoh pewayangan yang sangat lembut, hal inilah yang membuat pengarang membandingkan kelembutan tokoh Raihana dengan Dewi sembodro.

Aku ingin mencintai isteriku seperti Ibnu Hazm mencintai isterinya. Dan aku ingin dicintai isteriku seperti Ibnu Hazm dicintai isterinya (hlm. 19).

Si aku membandingan ia dapat mencintai isterinya seperti Ibnu Hazm mencintai isterinya. Dan aku ingin dicintai isteriku seperti Ibnu Hazm dicintai isterinya

Dan jika ada sedikit letupan atau masalah antara kami berdua, maka rumah seperti neraka (hlm. 34) .

Karena saking panasnya keadaan rumah jika terjadi masalah hingga dibandingkan seperti neraka.

Kini saya merasa menjadi lelaki paling malang di dunia. Dan hati saya seperti ditusuk-tusuk dengan sembilu setiap kali mendengar si sulung mengigau meminta ibunya pulang tiap malam (hlm. 38).

Hati yang sakit di gambarkan dengan seperti ditusuk-tusuk dengan sembilu.

c. Menggunakan kata “bagai”:

Lalu duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta (hlm. 4).

Hal ini memperlihatkan adanya perumpamaan bahwa si aku hanya diam seperti mayat hidup.

d. Menggunakan kata “bagaikan”:

Kata-katanya terasa bagaikan ocehan penjual jamu yang tak kusuka (hlm. 10).

Dalam hal ini perkataan yang dianggap tidak penting dibandingkan seperti ocehan penjual jamu.

Kata-kata yasmin yang terdengar bagaikan geledek menyambar itu terasa perih menikam ulu hati (hlm. 36).

Dalam hal ini kata-kata yang dilontarkan begitu keras dalam artian menyakitkan, dan mengagetkan hingga dibandingkan dengan geledek yang pada hakikatnya suara geledek itu keras dan mengagetkan.

4.3 Hiperbola

Adalah gaya bahasa yang mangandung ungkapan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf: 135). Contohnya:

Jika tersenyum lesung pipinya akan menyihir siapa saja yang melihatnya. Aura kecantikan gadis Mesir titisan Cleopatra sedemikian kuat mengakar dalam otak perasaan dan hatiku (hlm. 3).

Bibit cinta yang kuharapkan malah menjelma menjadi pohon-pohon kaktus berduri yang tumbuh mengganjal di dalam hatiku (hlm. 4).

Sinar wajah ibu berkilat-kilat, hadir di depan mataku (hlm. 4).

Hatiku bergetar hebat (hlm. 14).

Tangis Raihana tak juga mampu membuka jendela hatiku (hlm. 16).

Tangisku meledak (hlm. 42).

Di samping karena kecantikannya yang menyihir siapa saja yang melihatnya saya juga merasa sangat prestise jika berhasil menyuntingnya (hlm. 32).

4.4 Personifikasi

Adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan banda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan (Keraf : 140). Di sini kami mengambil beberapa contoh gaya bahasa personiikasi yang digunakan pengarang.

Meskipun sesungguhnya dalam hatiku ada kecemasan-kecemasan yang mengintai (hlm. 3).

Dalam hal ini, kecemasan sebagai suasana hati atau perasaan seseorang yang digambarkan mamiliki sifat seperti manusia yang mengintai.

Saat Raihana tersenyum mengembang, hatiku merintih menangisi kebohongan dan kepura-puraanku (hlm. 5).

“Hatiku merintih” merupakan bahasa kiasan dimana hati yang digambarkan bias merintih seperti manusia.

Pertanyaan-pertanyaan itu menebas leher kemanusiaanku (hlm. 5).

Sukmaku menjeri-menjerit, mengiba-iba (hlm. 42).

4.5 Metonimia

Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena memiliki pertalian yang sangat erat (Keraf : 142).

Aku ingin menjadi mentari pagi di hatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku (hlm. 2).

Dalam hal ini terjadi pertalian hubungan berupa sebab untuk akibat.

Aku justru melihat jika ada delapan gadis Mesir maka yang cantik ada enam belas karena bayangannya juga ikut cantik (hlm. 17).

Dalam hal ini terjadi pertalian hubungan berupa akibat untuk sebab.

4.6 Litotes

Adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan untuk merendahkan diri. Gaya bahasa ini dapat kita lihat dalam kutipan berikut:

Gaji saya sebagai dosen hanya cukup untuk makan saja (hlm. 33).

Dalam hal ini terlihat segali, digambarkan dengan gaji seorang dosen yang hanya cukup untuk makan saja.

4.7 Sinekdoke

Gaya bahasa ini terdiri atas dua macam, yaitu sinekdoke pars pro toto (mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan) dan sinekdoke totem proparte (mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian) (Keraf : 142).

a. Sinekdoke pars pro toto. Misalnya:

Wajah-wajah yang cukup manis tapi tidak semanis dan seindah gadis-gadis lembah sungai Nil (hlm. 12).

Maksudnya, lembah sungai Nil mewakili untuk menyebutkan Mesir.

b. Sinekdoke totem proparte

Anda sangat beruntung orang Indonesia (hlm. 14).

Maksudnya, penunjukan orang Indonesia yang luas sesungguhnya hanya ditujukan pada satu orang.

4.8 Paradoks

Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.

Aku biasanya suka romantis kenapa bisa begini sadis (hlm. 7).

Dalam hal ini terjadi pertentangan yang nyata yang diperlihatkan melalui gambaran perasaan si aku.

4.9 Rujuk Silang

Aku dan Raihana nyarus hidup dalam kehidupan masing-masing. Aktivitas kami hanya sesekali bertemu di meja makan dan saat sesekali shalat malam (hlm. 16).

Aku kembali larut dalam perjalanan hidup Imam Ibnu Hazm bersama istrinya, Samar. Mereka hidup penuh cinta dan kasih sayang (hlm. 18-19).

Dia dan isterinya berangkat ke sana. Anak mereka yang berusia tiga tahun dibawa serta (hlm. 25).

5. KESIMPULAN

Karta sastra novel mempunyai nilai estetik yang tinggi yang dituangkan dalam tulisan yang mengandung gaya bahasa atau atyle. Dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy banyak dijumpai unsure-unsur style dalam penggunaan gaya bahasanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang antara lain; metafora, simile, personifikasi, hiperbola, metonimia, sinekdoke, litotes, paradox, dan rujuk silang. Penggunaan gaya bahasa yang paling dominan adalah simile, sedangkan yang sedikit dipakai adalah litotes.

Gaya bahasa yang dipakai dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy sangat seuai dalam perangkaiannya. Penggunaan kalimat serta klausa yang indah membuat novel ini indah untuk dibaca dan dipelajari secara kusus tentang nilai kesasteraannya. tugas trimo 2009

Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pembelajaran Bahasa Indonesia

Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang strategi pembelajaran Bahasa Indonesia dan efektivitasnya terhadap pencapaian tujuan belajar, kajian pustaka penelitian ini akan difokuskan pada (1) pembelajaran bahasa, (2) strategi pembelajaran Bahasa Indonesia, meliputi metode dan teknik pembelajaran Bahasa Indonesia, dan (3) hasil pembelajaran

2.1 Pembelajaran Bahasa

Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa Degeng (1989). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi. Gilstrap dan Martin (1975) juga menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan strategi pembelajaran.

Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.

Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Sementara itu, dalam kurikulum 2004 untuk SMA dan MA, disebutkan bahwa tujuan pemelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia secara umum meliputi (1) siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara, (2) siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi,serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan, (3) siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional,dan kematangan sosial, (4) siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis), (5) siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (6) siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Untuk mencapai tujuan di atas, pembelajaran bahasa harus mengetahui prinsip-prinsip belajar bahasa yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya, serta menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya. Prinsip-prinsip belajar bahasa dapat disarikan sebagai berikut. Pebelajar akan belajar bahasa dengan baik bila (1) diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat, (2) diberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas, (3) bila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa, (4) ia disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran, (5) jika menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan (7) jika diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994).

2.2 Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pembicaraaan mengenai strategi pembelajaran bahasa tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pendekatan, metode, dan teknik mengajar. Machfudz (2002) mengutip penjelasan Edward M. Anthony (dalam H. Allen and Robert, 1972) menjelaskan sebagai berikut.

2.2.1 Pendekatan Pembelajaran

Istilah pendekatan dalam pembelajaran bahasa mengacu pada teori-teori tentang hakekat bahasa dan pembelajaran bahasa yang berfungsi sebagai sumber landasan/prinsip pengajaran bahasa. Teori tentang hakikat bahasa mengemukakan asumsi-asumsi dan tesisi-tesis tentang hakikat bahasa, karakteristik bahasa, unsur-unsur bahasa, serta fungsi dan pemakaiannya sebagai media komunikasi dalam suatu masyarakat bahasa. Teori belajar bahasa mengemukakan proses psikologis dalam belajar bahasa sebagaimana dikemukakan dalam psikolinguistil. Pendekatan pembelajaran lebih bersifat aksiomatis dalam definisi bahwa kebenaran teori-teori linguistik dan teori belajar bahasa yang digunakan tidak dipersoalkan lagi. Dari pendekatan ini diturunkan metode pembelajaran bahasa. Misalnya dari pendekatan berdasarkan teori ilmu bahasa struktural yang mengemukakan tesis-tesis linguistik menurut pandangan kaum strukturalis dan pendekatan teori belajar bahasa menganut aliran behavioerisme diturunkan metode pembelajaran bahasa yang disebut Metode Tata Bahasa (Grammar Method).

2.2.2 Metode Pembelajaran

Istilah metode berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini bersifat prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap, dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar.

Dalam strategi pembelajaran, terdapat variabel metode pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu strategi pengorganisasian isi pembelajaran, (b) strategi penyampaian pembelajaran, dan (c) startegi pengelolaan pembelajaran (Degeng, 1989). Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut.

(a) Strategi Pengorganisasian Isi Pembelajaran

Adalah metode untuk mengorganisasikan isi bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran. “Mengorganisasi” mengacu pada tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lain-lain yang setingkat dengan itu. Strategi penyampaian pembelajaran adalah metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada pebelajar untuk menerima serta merespon masukan yang berasal dari pebelajar. Adapun startegi pengelolaan pembelajaran adalah metode untuk menata interaksi antara pebelajar dengan variabel pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran.

Strategi pengorganisasian isi pembelajaran dibedakan menjadi dua jenis, yaitu strategi pengorganisasian pada tingkat mikro dan makro. Strategi mikro mengacu pada metode untuk mengorganisasian isi pembelajaran yang berkisar pada satu konsep atau prosedur atau prinsip. Sedangkan strategi makro mengacu pada metode untuk mengorganisasi isis pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep atau prosedur atau prinsip. Strategi makro lebih banyak berurusan dengan bagaimana memilih, menata ururtan, membuat sintesis, dan rangkuman isi pembelajaran yang paling berkaitan. Penataan ururtan isi mengacku pada keputusan tentang bagaimana cara menata atau menentukan ururtan konsep, prosedur atau prinsip-prinsip hingga tampak keterkaitannya dan menjadi mudah dipahami.

(b) Strategi Penyampaian Pembelajaran

Strategi penyampaian pembelajaran merupakan komponen variabel metode untuk melaksanakan proses pembelajaran. Strategi ini memiliki dua fungsi, yaitu (1) menyampaikan isi pembelajaran kepada pebelajar, dan (2) menyediakan informasi atau bahan-bahan yang diperlukan pebelajar untuk menampilkan unjuk kerja (seperti latihan tes).

Secara lengkap ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan strategi penyampaian, yaitu (1) media pembelajaran, (2) interaksi pebelajar dengan media, dan (3) bentuk belajar mengajar.

(1) Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah komponen strategi penyampaian yang dapat dimuat pesan yang akan disampaikan kepada pebelajar baik berupa orang, alat, maupun bahan. Interkasi pebelajar dengan emdia adalah komponen strategi penyampaian pembelajaran yang mengacu kepada kegiatan belajar. Adapun bentuk belajar mengajar adalah komponen strategi penyampaian pembelajaran yang mengacu pada apakah pembelajaran dalam kelompok besar, kelompok kecil, perseorangan atau mandiri (Degeng, 1989).

Martin dan Brigss (1986) mengemukakan bahwa media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan pembelajaran.

Essef dan Essef (dalam Salamun, 2002) menyebutkan tiga kriteria dasar yang dapat digunakan untuk menyeleksi media, yaitu (1) kemampuan interaksi media di dalam menyajikan informasi kepada pebelajar, menyajikan respon pebelajar, dan mengevaluasi respon pebelajar, (2) implikasi biaya atau biaya awal melipui biaya peralatan, biaya material (tape, film, dan lain-lain) jumlah jam yang diperlukan, jumlah siswa yang menerima pembelajaran, jumlah jam yang diperlukan untuk pelatihan, dan (3) persyaratan yang mendukungh atau biaya operasional.

(2) Interaksi Pebelajar Dengan Media

Bentuk interaksi antara pembelajaran dengan media merupakan komponen penting yang kedua untuk mendeskripsikan strategi penyampaian. Komponen ini penting karena strategi penyampaian tidaklah lengkap tanpa memebri gambaran tentang pengaruh apa yang dapat ditimbulkan oleh suatu media pada kegiatan belajar siswa. Oleh sebab itu, komponen ini lebih menaruh perhatian pada kajian mengenai kegiatan belajar apa yang dilakukan oleh siswa dan bagaimana peranan media untuk merangsang kegiatan pembelajaran.

(3) Bentuk Belajar Mengajar

Gagne (1968) mengemukakan bahwa “instruction designed for effective learning may be delivered in a number of ways and may use a variety of media”. Cara-cara untuk menyampaikan pembelajaran lebih mengacu pada jumlah pebelajar dan kreativitas penggunaan media. Bagaimanapun juga penyampaian pembelajaran dalam kelas besar menuntu penggunaan jenis media yang berbeda dari kelas kecil. Demikian pula untuk pembelajaran perseorangan dan belajar mandiri.

(c) Strategi Pengelolaan Pembelajaran

Strategi pengelolaan pembelajaran merupakan komponen variabel metode yang berurusan dengan bagaimana interaksi antara pebelajar dengan variabel-variabel metode pembelajaran lainnya. Strategi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian tertentu yang digunakan selama proses pembelajaran. Paling sedikit ada empat klasifikasi variabel strategi pengelolaan pembelajaran yang meliputi (1) penjadwalan penggunaan strategi pembelajaran, (2) pembuatan catatan kemajuan belajar siswa, dan (3) pengelolaan motivasional, dan (4) kontrol belajar.

Penjadwalan penggunaan strategi pembelajaran atau komponen suatu strategi baik untuk strategi pengorganissian pembelajaran maupun strategi penyampaian pembelajaran merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan pembelajaran. Penjadwalan penggunaan strategi pengorganisasian pembelajaran biasanya mencakup pertanyaan “kapan dan berapa lama siswa menggunakan setiap komponen strategi pengorganisasian”. Sedangkan penjadwalan penggunaan strategi penyampaian melibatkan keputusan, misalnya “kapan dan untuk berapa lama seorang siswa menggunakan suatu jenis media”.

Pembuatan catatan kemajuan belajar siswa penting sekali bagi keperluan pengambilan keputusan-keputusan yang terkait dengan strategi pengelolaan. Hal ini berarti keputusan apapun yang dimabil haruslah didasarkan pad ainformasi yang lengkap mengenai kemajuan belajar siswa tentang suatu konsep, prosedur atau prinsip? Bila menggunakan pengorganisasian dengan hierarki belajar, keputusna yang tepat mengenai unsur-unsur mana saja yang ada dalam hierarki yang diajarkan perlu diambil. Semua ini dilakukan hanya apabila ada catatan yang lengkap mengenai kemajuan belajar siswa.

Pengelolaan motivasional merupakan bagian yang amat penting dari pengelolaan inetraksi siswa dengan pembelajaran. Gunanya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebagian besar bidang kajian studi sebenarnya memiliki daya tarik untuk dipelajari, namun pembelajaran gagal menggunakannya sebagai alat motivasional. Akibatnya, bidang studi kehilangan daya tariknya dan yang tinggal hanya kumpulan fakta dan konsep, prosedur atau prinsip yang tidak bermakna.

Jack C. Richards dan Theodore S. Rodgers (dalam Machfudz, 2002) menyatakan dalam bukunya “Approaches and Methods in Language Teaching” bahwa metode pembelajaran bahasa terdiri dari (1) the oral approach and stiuasional language teaching, (2) the audio lingual method, (3) communicative language teaching, (4) total phsyical response, (5) silent way, (6) community language learning, (7) the natural approach, dan (8) suggestopedia.

Saksomo (1984) menjelaskan bahwa metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia antara lain (1) metode gramatika-alih bahasa, (2) metode mimikri-memorisasi, (3) metode langsung, metode oral, dan metode alami, (4) metode TPR dalam pengajaran menyimak dan berbicara, (5) metode diagnostik dalam pembelajaran membaca, (6) metode SQ3R dalam pembelajaran membaca pemahaman, (7) metode APS dan metode WP2S dalam pembelajaran membaca permulaan, (8) metode eklektik dalam pembelajaran membaca, dan (9) metode SAS dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan.

Menurut Reigeluth dan Merril (dalam Salamun, 2002) menyatakan bahwa klasifikasi variabel pembelajaran meliputi (1) kondisi pembelajaran, (2) metode pembelajaran, dan (3) hasil pembelajaran.

(1) Kondisi Pembelajaran

Kondisi pembelajaran adalah faktor yang mempengaruhi efek metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran (Salamun, 2002). Kondisi ini tentunya berinteraksi dengan metode pembelajaran dan hakikatnya tidak dapat dimanipulasi. Berbeda dengan halnya metode pembelajaran yang didefinisikan sebagai cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda. Semua cara tersebut dapat dimanipulasi oleh perancang-perancang pembelajaran. Sebaliknya, jika suatu kondisi pembelajaran dalam suatu situasi dapat dimanipulasi, maka ia berubah menjadi metode pembelajaran. Artinya klasifikasi variabel-variabel yang termasuk ke dalam kondisi pembelajaran, yaitu variabel-variabelmempengaruhi penggunaan metode karena ia berinteraksi dengan metode danm sekaligus di luar kontrol perancang pembelajaran. Variabel dalam pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu (a) tujuan dan karakteristik bidang stuydi, (bahasa) kendala dan karakteristik bidang studi, dan (c) karakteristik pebelajar.

(2) Metode Pembelajaran

Machfudz (2000) mengutip penjelasan Edward M. Anthony (dalam H. Allen and Robert, 1972) menjelaskan bahwa istilah metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini lebih bersifat prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap, dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar. Sedangkan menurut Salamun (2002), metode pembelajaran adalah cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah sebuah cara untuk perencanaan secara utuh dalam menyajikan materi pelajaran secara teratur dengan cara yang berbeda-beda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda.

(3) Hasil Pembelajaran

Hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran (Salamun, 2002). Variabel hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu kefektifav, (2) efisiensi, dan (3) daya tarik.

Hasil pembelajaran dapat berupa hasil nyata (actual outcomes), yaitu hasil nyata yang dicapai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi tertentu, dan hasil yang diinginkan (desired outcomes), yaitu tujuan yang ingin dicapai yang sering mempengaruhi keputusan perancang pembelajaran dalam melakukan pilihan metode sebaiknya digunakan klasifikasi variabel-variabel pembelajaran tersebut secara keseluruhan ditunjukkan dalam diagram berikut.

Kondisi

Tujuan dan karakteristik bidang studi

Kendala dan karakteristik bidang studi

Karakteristik siswa








Metode

Strategi pengorganisasian pembelajaran: strategi makro dan strategi mikro

Strategi penyampaian pembelajaran

Strategi pengelolaan pembelajaran















Hasil

Keefektifan, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran

Diagram 1: Taksonomi variabel pembelajaran (diadaptasi dari Reigeluth dan Stein: 1983)

Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan tingkat pencapaian pebelajar. Efisiensi pembelajaran biasanya diukur rasio antara jefektifan dan jumlah waktu yang dipakai pebelajar dan atau jumlah biaya pembelajaran yang digunakan. Daya tatik pembelajaran biasanya juga dapat diukur dengan mengamati kecenderungan siswa untun tetap terus belajar. Adapaun daya tarik pembelajaran erat sekali dengan daya tarik bidang studi. Keduanya dipengaruhi kualitas belajar.

2.2.3 Teknik Pembelajaran

Istilah teknik dalam pembelajaran bahasa mengacu pada pengertian implementasi perencanaan pengajaran di depan kelas, yaitu penyajian pelajaran dalam kelas tertentu dalam jam dan materi tertentu pula. Teknik mengajar berupa berbagai macam cara, kegiatan, dan kiat (trik) untuk menyajikan pelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Teknik pembelajaran bersifat implementasi, individual, dan situasional.

Saksomo (1983) menyebutkan teknik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia antara lain (1) ceramah, (2) tanya—jawab , (3) diskusi, (4) pemebrian tugas dan resitasi, (5) demonstrasi dan eksperimen, (6) meramu pendapat (brainstorming), (7) mengajar di laboratorium, (8) induktif, inkuiri, dan diskoveri, (9) peragaan, dramatisasi, dan ostensif, (10) simulasi, main peran, dan sosio-drama, (11) karya wisata dan bermain-main, dan (12) eklektik, campuran, dan serta—merta.

DAFTAR PUSTAKA

Basiran, Mokh. 1999. Apakah yang Dituntut GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum 1994?. Yogyakarta: Depdikbud

Darjowidjojo, Soenjono. 1994. Butir-butir Renungan Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Salatiga: Univeristas Kristen Satya Wacana

Degeng, I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang: IKIP dan IPTDI

Depdikbud. 1995. Pedoman Proses Belajar Mengajar di SD. Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah Dasar

Machfudz, Imam. 2000. Metode Pengajaran Bahasa Indonesia Komunikatif. Jurnal Bahasa dan Sastra UM

Moeleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya.

Saksomo, Dwi. 1983. Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang

Salamun, M. 2002. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab di Pondok Pesantren. Tesis.. Tidak diterbitkan

Sholhah, Anik. 2000. Pertanyaan Tutor dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing di UM. Skripsi. Tidak diterbitkan.

Subyakto, Sri Utari. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud

Sugiono, S. 1993. Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam Konferensi Bahasa Indonesia; VI. Jakarta: 28 Oktober—2 Nopember 1993

Suharyanto. 1999. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. Yogyakarta: Depdikbud

Selan way

skip to main | skip to sidebar

NUSANTARA LING

Wahana Interaksi Insan Guru Bahasa Indonesia SMP Berbahasa Ria dan Bersastra Pora untuk Masa Depan Pendidikan Indonesia

Kamis, 2009 Januari 22

Karakteristik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia

KARAKTERISTIK PERENCANAAN

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

1. Pendahuluan

Bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran di Sekolah Menengah Pertama memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan mata pelajaran lain, terutama pelajaran nonbahasa. Demikian juga pada perencanaan pembelajarannya, pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik perencanaan pembelajaran Bahasa Indonesia dapat ditinjau antara lain dari segi :

1. Teori Belajar Bahasa

2. Pendekatan Dalam Pembelajaran Bahasa

3. Strategi Belajar

4. Metode Pembelajaran

5. Hasil Belajar dalam Tiga Ranah

2. Teori Belajar Bahasa

1. Teori Disiplin Mental

Teori Disiplin Mental (Plato, Aristoteles) berpandangan bahwa dalam belajar, pembelajaran didisiplinkan atau dilatih. Perkembangan anak terjadi akibat proses pelatihan yang dilakukan terus menerus. Teori ini selanjutnya berkembang menjadi teori behavioristik. Belajar dapat berhasil apabila mental seseorang didisiplinkan melalui kebiasaan yang ketat. Seseorang pandai berperang karena memang didisiplinkan dalam berperang. Konsep pembiasaan amat berperan dalam teori tersebut.

Pembelajar berada dalam posisi pasif dalam penentuan program belajar. Yang aktif dalam penyusunan program belajar adalah guru. Siswa harus aktif mengikuti konsep pendisiplinan yang telah dirancang guru secara mekanistis. Secara mekanistis pula siswa mengalami perkembangan belajar.

Perkembangan belajar siswa tidak terjadi secara alamiah, tetapi terbentuk dan terpola oleh program pendisiplinan mental yang telah ditentukan oleh guru atau penanggung jawab program. Hafalan, pembiasaan, pengulangan, dan penekanan, merupakan hal teramat penting dalam teori belajar ini.

2. Teori Pengembangan Alamiah

Setiap anak akan berkembang secara alamiah sehingga proses belajar pun berlangsung secara alamiah pula. Dalam perkembangannya anak akan mencapai tingkat kematangan untuk kemampuan-kemampuan tertentu. Anak akan mengalami proses belajar sesuai tingkat kematangannya.

Anak dipandang sebagai subjek yang berkembang sesuai dengan kematangannya. Belajar terjadi berdasarkan perkembangan itu sendiri. Aspek alamiah yang mendasarkan kualitas pribadi siswa menjadi orientasi utama dalam teori tersebut. Program belajar dikembangkan berdasarkan karanteristik dasar siswa.

3. Teori Behavioristik

Kaum behavioris yakin bahwa belajar bahasa pada hakikatnya adalah masalah pembiasaan dan pembentukan kebiasaan. Dengan pola pikir bahwa dalam proses pembelajaran yang penting adalah stimulus dan respons dan adanya penguatan. Oleh sebab itu, dalam dunia pembelajaran bahasa teori itu melahirkan pendekatan audiolingual yang banyak memberikan pengulangan. Mereka yakin jika belajar bahasa itu dilakukan dengan pengulangan, maka kompetensi berbahasa itu akan dapat diperoleh.

4. Teori Generatif (Kognitivisme dan Nativisme)

Kaum Nativis pada hakikatnya menafikan hadirnya hal-hal yang berbau mentalistik. Hal itulah yang kemudian banyak ditentang. Manusia bukanlah botol kosong yang dapat diisi semau-mau kita. Manusia adalah organisme yang mempunyai potensi-potensi. Kaum Nativis yakin bahwa anak sejak lahir sudah dikaruniai piranti pemerolehan bahasa (languange acquisition device) yang menurut McNeil berupa:

1. kemampuan membedakan bunyi ujaran dengan bunyi yang lain dalam lingkungannya;

2. kemampuan mengorganisasikan peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam;

3. pengertian adanya sistem bahasa tertentu yang mungkin dan sitem yang lain yang tidak mungkin;

4. kemampuan untuk tetap mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem yang mungkin dengan cara yang sederhana dari data kebahasaan yang diperoleh.

5. Teori Humanistik/Teori Sosial

Proses belajar tidak hanya terjadi karena seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungannya dan merseponnya tetapi terjadi pulan karena pelaku belajar berkomunikasi dnegan individu lainnya. Proses belajar terjadi karena komunikasi personal. Dalam diri pembelajar terjadi transaksi akibat komunikasi dua arah atau lebih yang masing-masing mkendapat kesempatan, baik selaku inisiator maupun merekasi komunikasi. Komunikasi itu dapat berlangsung secara akrab, intensif, dan mendalam.

Oleh karena itu, teori humanistik menjadi teori sosial, yang dikembangkan oleh Bandura. Dalam belajar berdasarkan teori sosial terdapat 4 fase yaitu:

1. perhatian,

2. retensi,

3. reproduksi, dan

4. motivasi.

Manusia akan belajar apa saja selama dia membutuhkan. Dia tidak peduli dengan kognitif yang aktual atau pengalamannya. Menurut Rogers, dalam konteks belajar yang diciptakan manusia akan belajar apa saja yang dia butuhkan. Konsep Roger tersebut saat ini memberikan perubahan besar bagi konsep pembelajaran yang bertumpu pada pembelajar. Pembelajaran itu sangat individual. Oleh karena itu, jika ingin berhasil dalam pembelajaran perhatikan kebutuhan individual dalam belajar.

6. Teori Gestalt

Psikologi Gestald memandang unsur-unsur yang terlibat dalam proses belajar tidak terpisahkan tetapi merupakan totalitas dalam membentuk medan belajar. Oleh karena itu, Teori Gestald disebut pula dengan teori medan. Gestald berarti bentuk yang yang terdiri atas unsur-unsurnya. Beberapa unsur yang distrukturisasi dapat menghasilkan efek sinergis yang merupakan gestald. Teori ini dikembangkan oleh Lewin .

Menurut Lewin perubahan tingkah laku merupakan indikator hasil belajar. Diperoleh karena lingkungan yang disediakan difungsikan untuk memfasilitasi potensi internal yang terdapat dalam diri pembelajar. Lingkungan tidak secara langsung mengubah tingkah laku. Perpustakaan sekolah tidak akan berfungsi jika guru tidak memfungsikannya.

3. Pendekatan Dalam Pembelajaran Bahasa

1. Pembelajaran Bahasa Masyarakat (Community Language Learning)

Pendekatan ini berakar pada psikoterapi, yang memposisikan guru sebagai konselor dan siswa sebagai klien. Konselor bertugas menghilangkan perasaan negatif. Ia bersifat fasilitatif, ramah, penuh pengertian, dan mendukung penuh kliennya. Untuk mendukung pembelajaran dibutuhkan SARD, yakni security (rasa aman), attention-agression(atensi-agresi), retention-reflection (retensi-refleksi), dan descrimination (deskriminasi). Dalam pendekatan ini kelas diajukan dalam kelompok kecil, yakni sekitar 6-12 orang.

2. Respon Fisik Total (Total Physical Respon)

Pendekatan ini berakar pada pandangan bahwa asimilasi informasi dan keterampilan dapat ditingkatkan secara signifikan bila sistem sensori kinestetik dimanfaatkan secara optimal. Dalam pendekatan ini pembelajar harus membekali diri dengan keterampilan komprehensi dulu sebelum menguasai keterampilan produksi. Kelas dirancang dalam ukuran kelompok kecil, yakni 20-25 orang. Supaya sistem sensori kinestetik optimal, pembelajaran banyak dilakukan dalam bentuk perintah-perintah.

3. Pendekatan Alamiah (Natural Approach/NA)

Pendekatan ini berpandangan bahwa penguasan bahasa lebih banyak bertumpu pada konteks yang alamiah dan bukan pada konteks yang formal ilmiah. Pendekatan ini juga berpandangan bahwa dalam pembelajaran bahasa yang utama ialah mencapai kompetensi komunikatif. Kesalahan tidak harus dihujat karena kesalahan merupakan proses dalam pembelajaran untuk menuju pada penguasaan bahasa yang baik. Model teoretis pendekatan alamiah bersandar pada lima hipotesis Krashen, yakni hipotesis pembelajaran-pemerolehan, hipotesis urutan alamiah, hipotesis monitor, hipotesis masukan, dan hipotesis filter afektif.

4. Pendekatan Diam (Silent Way, SW)

Pendekatan diam berpandangan bahwa dalam pembelajaran bahasa selayaknya kita mengandlalkan kekuatan-dalam yang ada pada diri siswa. pembelajaran bahsa tidak harus dengan pengulangan ataupun imitasi. Penganut pendekatan ini juga yakin bahwa pembelajaran harus berpusat pada anak, bahkan sangat ekstrem, guru harus diam, anak yang harus berbicara dan bekerja keras. Dalam pendekatan diam diam ini guru dapat menggunakan media (1) seperangkat kayu dengan ukuran dan warna yang berbeda-beda; (2) beberan Fidel; (3) beberan dinding; (4) pita dan alat rekaman, film, transparansi, gambar; dan (5) teks dan buku cerita; dan (6) antologi.

5. Sugestopedia

Pendekatan ini berlandaskan pada sugestologi, yakni konsep yang berpendapat bahwa manusia dapat diarahkan untuk melakukan sesuatu dengan diberikan sugesti kepadanya. Pikiran dibuat setenang-tenangnya, santai, dan terbuka sehingga merangsang saraf penerimaan otak pembelajar. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan pembelajaran dianjurkan pembelajar menggunakan musik pengiring yang selaras, yang tenang, seperti musik klasik Barat atau musik klasik Jawa. Juga dianjurkan untuk mencapai ketenangan itu dengan melakuakan yoga.

4. Strategi Belajar Bahasa Indonesia

Jika kita merasa pusing saat mempelajari sesuatu tetapi tidak dapat menangkap maknanya, berarti kita belum menemukan strategi yang cocok untuk mempelajari hal itu. Betapa riangnya, seorang anak ketika berusaha menemukan sesuatu dalam suatu konsep yang dia pelajari, ternyata didapatkannya dengan cepat dan tepat. Ketepatan dan ketidaktepatan dalam belajar ditentukan oleh strategi belajar yang diterapkan.

Strategi belajar mengacu pada prilaku dan proses berpikir siswa yang mempengaruhi apa yang dipelajari, termasuk proses mememori dan metakognitif. Strategi adalah operator-operator koginitif yang langsung terlibat dalam menyelesaikan tugas belajar. Dalam penyelesaian belajar itu terdapat karakteristik belajar masing-masing individu. Dari karakteristik itu dapat digambarkan jenis utama strategi belajar.

Jenis utama strategi belajar terdiri dari:

1. Strategi Mengulang

1. Mengulang sederhana

Strategi mengulang sederhana digunakan untuk sekedar membaca ulang materi tertentu hanya untuk menghafal saja(contoh menghafal nomor telepon, arah tempat, waktu tertentu, daftar belanjaan). Memori yang sudah ada di pikiran dimunculkan kembali untuk kepentingan jangka pendek, seketika, dan sederhana.

2. Mengulang kompleks

Penyerapan bahan yang lebih kompleks memerlukan strategi mengulang yang kompleks. Menggarisbawahi ide-ide kunci, membuat catatan pinggir, dan menuliskan kembali inti informasi yang telah diterima merupakan bagian dari mengulang kompleks.

2. Strategi Elaborasi(PQ4R)

Elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga menjadi informasi baru akan menjadi lebih bermakna. Dengan strategi elaborasi, pengkodeaan lebih mudah dilakukan dan lebih memberikan kepastian. Strategi ini membantu pemindahan informasi baru dari meori di otak yang bersifat jangka pendek ke jangka panjang dengan menciptakan hubungan dan gabungan antara informasi baru dengan yang pernah ada.

Beberapa bentuk strategi Elaborasi adalah pembuatan catatan, analogi, dan PQ4R. Pembuatan Catatan adalah strategi yang menggabungkan informasi yang dipunyai sebelumnya dengan informasi baru yang di dapat memlalui poroses mencatat. Dengan mencatat siswa dapat menuangkan ide baru dari pencampuran dua informasi itu. Kemudian, Analogi merupakan cara belajar dengan perbandingan yang dibuat untuk menunjukkan persamaan antara ciri pokok benda atau ide, misalnya otak kita mirip dingan komputer yang menerima dan menyimpan informasi. PQ4R (Preview = membaca selintas dengan cepat, Question=bertanya, Read = membaca, Reflect = merefleksi, dan review = mengulang secara menyeluruh) merupakan strategi yang digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca. PQ4R merupakan strategi yang terbukti efektif dalam membantu siswa menghafal isi bacaan.

3. Strategi Organisasi

Strategi organisasi membantu pelaku belajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan baru dengan struktur peongorganisasian baru. Strategi organisasi terdiri atas pengelompokan ulang ide-ide atau istilah menjadi subset yang lebih kecil. Strategi ini berperan sebagai pengidentifikasian ide-ide atau fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar.

Bentuk strategi organisasi:

1. Outlining(membuat garis besar), Siswa menghubungkan berbagai macam topik atau ide dengan beberapa ide utama.

2. Mapping (Pemetaan Konsep), Dalam beberapa hal lebih efektif daripada outlining.

3. Mnemonic (membentuk kategori khusus), Secara teknik dapat diklasifikasikan sebagai strategi elaborasi dan organisasi. Menemonic membantu mengorganisasikan informasi menjadi memori kerja dengan membentuk asosiasi yang secara alamiah tidak bisa terjadi. Strategi Mnemonic terdiri atas pemotongan, akronim, dan kata berkait.

4. Strategi Metakognitif (“Learning How To Learn”)

Metakognitif berhubungan dengan dengan berpikir siswa tentang berpikir mereka dan kemampuan menggunakan strategi belajar dengan tepat. Metakognitif mempunyai dua komponen, yaitu pengetahuan tentang kognisi dan mekanisme pengendalian atau monitoring kognisi. Metakognitif mementingkan ”belajar bagaimana belajar”( Learning how to learn).

5. Metode Pembelajaran

1. Metode Tatabahasa/Terjemahan

1. Penghafalan kaidah dan fakta tata bahasa

2. Penekanan pada membaca, mengarang, terjemahan (Berbicara dan menyimak diabaikan)

3. Seleksi kosa kata berdasarkan teks bacaan yang dipakai

4. Unit yang mendasar adalah kalimat, tatabahasa diajarkan secra deduktif

5. Bahasa daerah digunakan sebagai pengantar terjemahan, keterangan, perbandingan, dan penghafalan kaidah bahasa.

2. Metode membaca

1. Pemberian kosakata dan istilah yang dianggap sukar (dengan definsi dan contoh ke dalam kalimat)

2. Penyajian bacaan di kelas (dibaca diam 10-15 menit atau untuk mempercepat diberikan sehari sebelumnya)

3. Diskusi isi bacaan dapat melalui tanya jawab

4. Tatabahasa dibicarakan singkat, jika dipandang perlu pembicaraan kosa kata yang relevan

5. Pemberian tugas seperti mengarang Irelevan dengan isi bacaan) atau membuat denah, skema, diagram, ikhtisar, rangkuman, dsb.

3. Metode Audiolingual

1. Penyajian dialog/teks pendek yang dibacakan guru berulang-ulang,

2. Siswa menyimak tanpa melihat teks yang diucapkan.

3. Peniruan dan pelafalan teks itu setiap kalimat secara serentak dan siswa melafalkannya.

4. Siswa menyimak tanpa melihat teks yang diucapkan.

5. Penyajian kalimat dilatihkan dengan pengulangan.

6. Dramatisasi dialog atau teks yang dilatihkan kemudian siswa memperagakan di depan kelas.

7. Pembentukan kalimat lain yang sesuai dengan yang dilatihkan.

4. Metode Reseptif dan Produktif

Metode Reseptif dalam membaca dan menyimak:

1. Mengarah ke proses penerimaan isi bacaan yang tersurat, tersirat, atau tersorot

2. Cocok diterapkan pada siswa yang telah banyak menguasai kosakata, frase, dan kalimat

3. Sangat dipentingkan bagaimana isi bacaan dapat diserap dengan bagus.

4. Pembaca dilarang bersuara, berkomat-kamit, dan bergerak-gerak

5. Membutuhkan konsentrasi tinggi dalam menerima makna bacaan dan ujaran

Metode Produktif diarahkan pada berbicara dan menulis.

Siswa harus banyak berbicara atau menuangkan gagasannya.

5. Metode Langsung (Alamiah/Lisan)

1. Pembelajaran dimulai dengan dialog atau humor yang pendek dalam bahasa Indonesia dengan gaya bahasa santai dan nonformal.

2. Materi mulai-mula disajikan secara lisan dengan gerakan atau isyarat tertentu, dramatisasi, dan gambar-gambar.

3. Tanya jawab berdasarkan bahasa yang dipelajari dengan memberikan contoh yang merangsang siswa.

4. Tata bahasa diajarkan secara induktif.

5. Kata-kata digunakan dalam percakapan-percakapan.

6. Siswa yang sudah maju diberi bacaan sastra untuk pemahaman dan kenikmatan, tetapi bahasa dalam bacaan tidak dianalisis secara struktural/sistematis.

7. Budaya yang relevan diajarkan secara induktif.

6. Metode Komunikatif

Desain yang bermuatan komunikatif harus mencakup semua keterampilan berbahasa. Setiap tujuan diorganisasikan ke dalam pembelajaran. Setiap pembelajaran dispesifikkan ke dalam tujuan kongkret yang merupakan produk akhir. Sebuah produk (mis. surat, laporan, peta) dimaksudkan sebagai sebuah informasi yang dapat dipahami, ditulis, diutarakan, atau disajikan ke dalam nonlinguistik.

Sebagai contoh, pembelajaran yang bertujuan menyampaikan pesan kepada orang lain. Tujuan itu dipecah menjadi a) memahami pesan, b) mengajukan pertanyaan untuk menghilangkan keraguan, c) mengajukan pertanyaan untuk memperoleh labih banyak informasi, d) membuat catatan, e) menyusun catatan secara logis, dan f) menyampaikan pesan secara lisan. Dengan begitu, pada materi bahasan penyampaian pesan saja, aktivitas komunikasi dapat terbangun secara menarik, mendalam, dan membuat siswa lebih intensif. yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

7. Metode Integratif

Integratif berarti menyatukan beberapa aspek ke dalam satu proses. Integratif terbagi menjadi interbidang studi dan antarbidang studi. Interbidang studi artinya beberapa aspek dalam satu bidang studi. Misalnya menyimak diintegrasikan dengan berbicara dan menulis. Menulis diintegrasikan dengan berbicara dan membaca. Materi kebahasaan diintegrasikan dengan keterampilan bahasa. Sedangkan antarbidang studi artinya merupakan pengintegrasian bahan dari beberapa bidang studi, misalnya antara bahasa Indonesia dengan Matematika atau bidang studi lainnya.

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, intergratif interbidang studi lebih banyak digunakan. saat pembelajaran kalimat, guru tidak secara langsung menyodorkan kepada siswa tetapi diawali dengan membaca atau kegiatan lainnya. Perpindahannya diatur secara tipis. Bahkan, guru yang pandai mengitegrasikan penyampaian materi dapat menyebabkan siswa tidak merasakan perpindahan materi.

Integratif sangat diharapkan oleh Kurikulum Bahasa Indonesia. Pengintegrasiaannya diaplikasikan sesuai dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki siswa. Materi tidak dipisah-pisahkan. Materi ajar justru merupakan kesatuan yang perlu dikemas secara menarik.

8. Metode Tematik

Dalam metode tematik semua komponen materi pembelajaran dintegrasikan ke dalam tema yang sama dalam satu unit pertemuan. Yang perlu dipahami adalah bahwa tema bukanlah tujuan tetapi alat yang digunakan untuk pencapaian tujuan pembelajaran. Tema tersebut harus diolah dan disajikan secara kontekstuaal, kontemporer, konkret, dan konseptual.

Peran guru amat menentukan dalam mendesain kesuksesan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP. Oleh karena itu, guru Bahasa Indonesia diharapkan:

1. guru perlu menekankan bahwa bahasa merupakan sarana berpikir. Keterampilan berbahasa siswa menjadi tolak ukur kemampuan berpikir mereka.

2. kreativitas siswa perlu diperhatikan oleh guru terutama dalam kreativitas berbahasa sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

3. Pembelajaran Bahasa Indonesia harus menyenangkan siswa. Oleh karena itu, minat, keingintahuan, dan gairah siswa perlu mendapatkan perhatian.

4. Ada banyak metode dalam teknik yang cocok yang dapat digunakan. Guru jangan sampai monoton, klise, jenuh, dan kehabisan teknik pembelajaran.

9. Metode Kuantum

Quantum Learing (QL) yang bertumpu pada metode dari Freire dan Lozanov ini mengutamakan percepatan belajar dengan cara partisipatori peserta didik dala melihat potensi diri dalam kondisi penguasaan diri. Gaya belajar dengan mengacu pada otak kanan dan otak kiri menjadi ciri khas QL. Menurut QL, proses belajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya dapat berarti (kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi) dan sampai sejauhmana guru mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran, maka sejauh itulah proses belajar berlangsung. Hubungan dinamis dalam lingkungan kelas merupakan landasan dan kerangka untuk belajar. Dengan begitu, pembelajar dapat mememori, membaca, menulis, dan membuat peta pikiran dengan cepat.

10. Metode Konstruktivistik

Asumsi sentral metode konstruktivistik adalah bahwa belajar itu menemukan. Meskipun guru menyampaikan sesuatu kepada siswa, mereka melakukan proses mental atau kerja otak atas informasi itu agar masuk kedalam pemahaman mereka. Konstruktivistik dimulai dari masalah yang sering muncul dari sendiri dan selanjutnya membantu siswa menyelesaikan dan menemukan langkah-langkah pemecahan masalah tersebut.

Metode konstruktivistik didasarkan pada teori belajar kognitif yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran generatif, strategi bertanya, inkuiri, atau menemukan dan keterampilan metakognitif lainnya.

11. Metode Partisipatori

Metode pembelajaran partisipatori lebih menekankan keterlibatan siswa secara penuh. Siswa dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa didudukkan sebagai subjek belajar. Dengan berpatisipasi aktif, siswa dapat menukan hasil belajar. Guru hanya bersifat sebagai pemandu atau fasilitator.

Asumsi metode ini adalah:

1. Setiap siswa adalah unik dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing. Penyeragaman dan penyamarataan akan membunuh keunikan tersebut. keunikan harus diberi tempat agar berkembang.

2. Anak bukan miniatur orang dewasa. Jalan pikir anak tidak sama dengan jalan pikir orang dewasa. Orang dewasa harus dapat menyelami cara merasa dan cara berpikir anak-anak.

3. Dunia anak adalah dunia bermain.

4. Usia anak adalah usia yang paling kreatif dalam hidup manusia.

Dalam metode ini siswa aktif, dinamis, dan berlaku sebagai subjek. Namun, bukan berarti guru harus pasif, tetapi guru juga aktif dalam memfasilitasi belajar siswa dengan suara, gambar, tulisan dinding, dan sebagainya. Guru berperan sebagai pemandu yang penuh dengan motivasi, pandai berperan sebagai mediator, dan kreatif. Konteks siswa menjadi tumpuan utama.

Metode ini memiliki tiga ciri pokok, yaitu:

1. belajar dari realitas atau pengalaman;

2. tidak menggurui, dan

3. dialogis

12. Metode Konstetkstual

Pembelajaran kontekstual adalah konsepsi pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Metode ini muncul sebagai reaksi terhadap teori behavioristik yang telah mendominasi pendidikan selama puluhan tahun.

Metode ini mengakui bahwa pembelajaran merupakan proses kompleks dan banyak fase yang berlangsung jauh melampaui drill oriented dan metode Stimulus-Response.

Dalam strategi ini ada tujuh elemen penting, yaitu:

1. Inkuiri

2. Pertanyaan

3. Konstruktivistik

4. Pemodelan

5. Masyarakat belajar,

6. Penilaiaan autentik, dan

7. Refleksi.

6. Proses dan Hasil Belajar

Proses dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia mencerminkan 3 ranah, yaitu:

1. Ranah Kognitif

2. Ranah Afektif

3. Ranah Psikomotor

7. Beberapa Isi penting dalam Pembelajaran Bahasa

1. Kompetensi dan Performansi

2. Komprehensi dan Produksi

3. Dasar versus Ajar (Nature versus Nurture)

4. Kesemestaan

5. Sistemasitas dan Variabilitas

6. Bahasa dan Pikiran

7. Imitasi (Peniruan)

8. Wacana

8. Pembelajaran Bahasa Indonesia menurut KBK/KTSP

1. Siswa lebih banyak berlatih berbahasa nyata (meaning focus)

2. Tata bahasa hanya untuk membetulkan kesalahan ujaran siswa

3. Keterampilan berbahasa nyata menjadi tujuan utama

4. Membaca sebagai alat untuk belajar (Reading for Learning), bukan sekedar Learning to Read

5. Menulis sebagai alat berekspresi dan menyampaikan gagasan

6. Kelas menjadi tempat berlatih menulis, membaca, dan berbicara dalam bahasa Indonesia.

7. Penekanan pembelajaran sastra pada membaca karya sastra sebanyak-banyaknya (puisi/cerpen yang bisa diperoleh siswa dengan mudah: di majalah, karangan siswa sendiri, dsb).

8. Pembelajaran kosa kata untuk menambah kosa kata anak.

Daftar Pustaka

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta.

Depdiknas. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa dan Sastra Indonesia. Jilid 1, 2, dan 3. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teahing and Learning) Jakarta : Dit. PLP Dirjen Dikdasmen.

Depdiknas. 2004. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

DePorter, Bobbi dkk. 2001. Quantum Teaching; Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung : Penerbit Kaifa.

Dryden, Gordon & Jeannette Vos. 2001. Revolusi Cara Belajar. Bandung : Penerbit Kaifa.

Hamalik, Umar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.